Obrolan di Angkot
Juni 03, 2017
Dulu waktu masih
kecil Nida ini hobinya ngomong sendiri. Sekarang pun masih suka ngomong
sendiri. Tapi kalau sekarang lebih ke bermonolog dengan diri sendiri sih
(yaiyalah namanya monolog pasti sama diri sendiri). Dan monolog itu paling
sering terjadi di angkot ketika dalam perjalanan menuju atau pulang dari kampus.
Asal tau aja, sebagai
penumpang setia yang hampir setiap hari naik angkot udah banyak hal yang aku
lakukan di angkot. Mulai dari bengong, makan, tidur, belajar, ngerjain tugas,
bahkan nonton drama. Mungkin kalau di angkot ada kamar mandinya udah numpang
mandi juga di angkot. Kalau lagi telat kan, "Duh udah telat nih mandi di
angkot aja deh" begitu kira-kira.
Dan ternyata bukan
cuma aku yang sudah melakukan banyak hal di angkot. Waktu itu pernah liat juga
mba-mba yang mau berangkat kerja make up-an di angkot. Bener-bener make
up dari awal sampe akhir. Dari yang bare face sampe full make up.
Bahkan sebelum make up dia sempet pake vitamin rambut dulu dong.
Kemudian mbanya nge-roll poninya abis itu pake pelembab, dan dilanjutkan
dengan seperangkat produk make up lain sampe terakhir pake maskara. Aku
duduk di belakang supir angkot waktu itu dan kebetulan si mbanya duduk di
sebelah supir. Udah direncanakan kali ya duduk di depan, sebelah supir biar
bisa make up-an dengan leluasa. Si abang supirnya juga ngeliatin
mba-mbanya dandan, sampe pas mbanya udah beres kata supirnya.
"Udah mba?
Ribet ya cewek"
Wkakakakak.
Salah satu hal yang
bikin menyenangkan naik transportasi umum tuh itu. Kita bisa melihat berbagai
macam orang dengan segala tingkah lakunya. Ada yang kalau di angkot diem doang
anteng ngga ngapa-ngapain, ada yang ngelamun, ada yang telfonan, main hp mulu dari
awal naik sampe turun. Ada yang ngobrol heboh sama temennya (biasanya anak
sekolah rombongan) tapi giliran temen-temennya udah pada turun dan tinggal dia
sendiri, berubah 180° jadi pendiam. Hanya memandang jalanan. Ada yang ngegosip.
Ada yang main game atau nonton drama (kayak siapa ya?). Dan ada juga
orang-orang ngeselin yang ngerokok dalem angkot. Macem-macem tingkah laku yang
bisa ditemuin di angkot atau transportasi umum. Ngga jarang obrolan bermanfaat
yang membuka pikiran dan wawasan pun bisa terjadi di dalam angkot.
Contoh dulu waktu SMA
pas berangkat sekolah sering seangkot sama ibu-ibu yang abis dari pasar dan
obrolan mereka ngga jauh-jauh dari harga-harga kebutuhan pokok dapur.
Setidaknya, walaupun pagi tadi ngga nonton berita atau baca koran, tetap bisa
update berita tentang kenaikan harga-harga di pasar langsung dari para
konsumennya.
Suatu hari ada satu
obrolan lain di angkot yang membuatku tersentuh mendengarnya...
Malam itu aku baru
pulang dari kampus seperti biasa. Setelah turun di jalan baru, aku melanjutkan
naik angkot 08 ke arah Cibinong. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30. Penumpang
sepi hanya ada aku saat itu. Tidak ada yang spesial dari angkot yang kunaiki
tersebut. Namun aku mendengar obrolan dengan bahasa dan logat jawa yang khas
saat aku mulai duduk tepat di belakang supir. Rupanya obrolan yang kudengar
adalah obrolan sang supir dengan penumpang disebelahnya. Walaupun aku tidak
terlalu mengerti bahasa jawa namun aku sedikit paham apa yang mereka bicarakan.
Kukira si supir dan penumpang disebelahnya itu mungkin saudara atau teman lama
karena mereka seperti bernostalgia suasana di kampung halamannya. Aku agak lupa
daerah yang mereka bicarakan tapi sepertinya Yogyakarta karena aku ingat si
supir bilang bahwa ia kangen dengan gudeg asli sana.
Setelah selesai
bernostalgia, si supir mulai membicarakan anaknya. Wah rupanya anak supir
angkot tersebut adalah mahasiswa UGM jurusan Geologi. Aku mendengar ia
menceritakan anaknya sering melakukan penelitian-penelitian ke banyak daerah
dan saat ini sedang ada di Sumatera untuk tugas penelitiannya. Dari cerita si
supir jelas terdengar betapa ia sangat bangga dengan anaknya.
Si supir melanjutkan
ceritanya, ia bilang rumah yang sekarang ia tinggali sebenarnya sudah harus
direnovasi. Sudah lama sekali sejak rumah itu terakhir diperbaiki. Katanya
sebenarnya dia bisa saja merenovasi rumah tapi uang renovasi rumah itu ia
relakan untuk biaya kuliah anaknya. Sampai sini aku mulai berasumsi bahwa si
anak benar-benar kebanggaan ayahnya. Mungkin saja ia generasi pertama calon
sarjana di keluarga itu.
"Kalau
istri kerja mas?".
Penumpang disebelah yang dari tadi diajak mengobrol itu mulai menanyakan istri
si supir.
Hm..
sepertinya penumpang itu bukan saudara atau teman lamanya. Pikirku
"Istri
saya udah meninggal"
Innalillahi...
"Udah
lama udah 4 tahun."
kata si supir.
"Oh
kenapa mas? Sakit?"
"Iya.
Banyak penyakitnya udah komplikasi"
Kini supir tersebut
menceritakan perjuangan ia menemani sang istri yang bertahun-tahun melawan
penyakitnya. Dia bilang selama istrinya sakit, dialah yang mengurus si istri
dan semua urusan rumah. Maasya Allah :')
"Mas
ngga ada niat cari lagi mas?"
tanya si penumpang.
"Ah
belum kepikiran mas. Udah biasa juga saya sendiri. Sekarang saya mau lihat anak
saya berhasil aja jadi orang sukses. Kalo bisa sampe ke luar negeri."
Mendengar jawaban
supir tersebut tanpa sadar mataku mulai berkaca-berkaca. Betapa pengorbanan
orangtua begitu besar untuk anaknya. Betapa mereka ingin melihat anaknya
berhasil dan sukses.
Lalu dimulailah
monolog antara Nida dan Nida dalam angkot ini.
"Nid
apa aja yang udah lo lakuin selama ini? Apa yang udah lo bales dari pengorbanan
orangtua untuk lo selama ini? Udah bikin mereka bangga? Udah bikin mereka
bahagia?"
Aku teringat semangat
belajarku yang belakangan ini menguap. IP semester 3 ku pun terjun bebas. Meskipun
orangtua tidak memarahiku dan hanya bertanya kenapa bisa sampai turun. Tapi
pasti dalam hati mereka ada rasa kecewa walaupun mereka tidak menunjukkannya
langsung.
Yah.. Mi.. maafin
kakak ya :"
Obrolan di angkot
malam itu menyadarkan ku tentang pengorbanan orangtua yang begitu besar untuk
anaknya. Bahwa sesungguhnya hal yang paling diingikan orangtua dari seorang
anak adalah keberhasilan anaknya tersebut. Karena jika anak itu berhasil,
tandanya orangtua itupun telah berhasil mendidiknya.
Terimakasih supir
angkot 08 jurusan Pasar Anyar - Citereup yang telah memotivasi dan
menginspirasi diri ini untuk lebih bersemangat lagi. Walau tak kau sadari…
0 komentar